Piranti Kohesi dan
Koherensi
1) Pengertian Wacana
a. Istilah “wacana” berasal dari bahasa
Sansekerta wac/ wak/ vak, artinya berkata, berucap ( Douglas,
1967:266). Bila dilihat dari jenisnya, kata wac dalam morfologi bahasa
Sansekerta, termasuk kata kerja golongan III parasmaepada (m) yang bersifat
aktif, yaitu ‘melakukan tindakan ujar’. Kata tersebut kemudian mengalami
perubahan menjadi wacana. Bentuk ana yang muncul di belakang adalah sufiks (
akhiran). yang bermakna membedakan ( nominalisasi). Jadi, kata wacana dapat
diartikan sebagai perkataan atau tuturan.
b. Menurut Anton M. Moelino ( 1998:334)
mengatakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, yang
menghubungkan proposisi yang satu dengan yang lainnya dalam kesatuan makna.
c. Menurut Harimurti Kridalaksana mengatakan
bahwa wacana berarti satuan bahasa terlengkap, yang dalam hirarki
kebahasaan merupakan satuan gramatikal tertinggi, dan terbesar. Wacana juga
dapat direalisasikan dalam bentuk kata, kalimat, paragraph, atau karangan utuh
( buku) yang membawa amanat lengkap.
d. Menurut Henry Guntur Tarigan, wacana adalah
satuan bahasa ynag paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat,
memiliki kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas
berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara tertulis maupun lisan.
e. Menurut Samsuri mengemukakan bahwa wacana
ialah rekaman kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi
diantara kalimat itu.
f. Menurut Eko Wardono, wacana adalah satuan
tuturan yang mempunyai satu pokok gagasan ( topic).
g. Menurut Soeseno Kartomiharjo, wacana adalah
cabang ilmu yang dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa yang leih
besar daripada kalimat. Unit yang dimaksud dapat berupa paragraph, teks bacaan,
undangan, percakapan.
h. Menurut Tim Penyusun KBBI, wacana berarti
kelas kata benda ( nominal) yang mempunyai arti sebagai berikut: 1. ucapan,
perkataan, tuturan 2. keseluruan tutur yang merupakan suatu kesatuan 3. satuan
bahasa terlengkap.
i. Yayat Sudarjat mengatakan bahwa wacana
merupakan satuan bahasa terlengkap dari rentetan kaliamat yang kontinuitas,
kohesif, dan koheren.
2) Kohesi
Kohesi dalam wacana
diartikan sebagai kepaduan bentuk secara structural membentuk ikatan
sintaktikal. Anton M. Moelino ( 1988:34) menyatakan bahwa wacana
yang baik dan utuh mensyaratkan kalimat-kalimat yang kohesif. Konsep kohesif
sebenarnya mengacu kepada hubungan bentuk. Artinya unsur-unsur wacana (kata
atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan
secara padu dan utuh. Menurut Anton M. Moelino, dkk ( 1987:96) untuk memperoleh
wacana yang baik dan utuh, maka kalimat-kalimatnya harus kohesif. Hanya dengan
hubungan kohesif seperti itulah suatu unsur dalam wacana dapat di
interpretasikan, sesuai dengan ketergantungannya dengan unsure-unsur lainnya.
Kohesi wacana terbagi dalam dua aspek yaitu kohesi gramatikal dan kohesi
leksikal.
Kohesi gramatikal artinya kepaduan bentuk
sesuai dengan tata bahasa. Kohesi leksikal artinya kepaduan bentuk sesuai
dengan kata.
Kohesi gramatikal meliputi:
A. Referensi (pengacuan)
Referensi merupakan pengacuan satuan lingual
tertentu terhadap satuan lainnya. Di lihat dari acuannya, referensi terbagi
atas:
1. Referensi eksofora yaitu pengacuan satuan
lingual yang berada di luar teks wacana. Contoh: Itu matahari, kata itu pada
tuturan tersebut mengacu pada sesuatu di luar teks, yaitu “benda berpijar yang
menerangi alam ini”.
2. Referensi endofora yaitu pengacuan satuan
lingual yang berada di dalam teks wacana.
Referensi endofora terbagi atas:
a. Referensi anaphora yaitu pengacuan satual
lingual yang disebutkan terlebih dahulu, mengacu yang sebelah kiri.
Contoh: Peringatan HUT ke-66 Indonesia ini akan di ramaikan
dengan pagelaran pesta kembang api.
b. Referensi katafora yaitu pengacuan satuan
lingual yang disebutkan setelahnya, mengacu yang sebelah kanan.
Contoh: Kamu harus pergi! Ayo, cici cepatlah!
Di lihat dari klasifikasinya, referensi terbagi atas:
1. Referensi persona yaitu pengacuan satual
lingual berupa pronomina atau kata ganti orang.
Tunggal
|
Jamak
|
|
Persona pertama
|
Aku, saya
|
Kami, kita
|
Persona kedua
|
Kamu, engkau, anda
|
Kalian, kami sekalian
|
Persona ketiga
|
Dia, ia, beliau
|
Mereka
|
Contoh: Firdaus, kamu harus
mandi.
2. Referensi demonstrasi yaitu pengacuan satual
lingual yang dipakai untuk menunjuk. Biasanya menggunakan kata : kini,
sekarang, saat ini, di sini, di situ, ini, itu, dan sebagainya.
Contoh: Pohon-pohon kelapa itu,
tumbuh di tanah lereng diantara pepohonan lain yang rapat dan rimbun.
3. Referensi interogatif yaitu pengacuan satuan
lingual berupa kata tanya.
contoh: Kamu mau kemana?
4. Referensi komparatif yaitu pengacuan satual
lingual yang dipakai untuk membandingkan satual lingual lain.
contoh: Tidak berbeda jauh dengan
ibunya, Nita orangnya cantik, ramah, dan lemah lembut.
B. Substitusi ( penggantian)
Substitusi diartikan
sebagai penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain dalam wacana
untuk memperoleh unsur pembeda. Substitusi dilihat dari satuan
lingualnya dapat dibedakan atas:
1. Substitusi nominal yaitu penggantian satuan
lingual dengan satuan lingual lain yang berupa kata benda.
Contoh: Memang Soni mencintai gadis itu. Wanita itu
berasal dari Surakarta. Pacarnya itu memang cantik, halus budi
bahasanya, dan bersifat keibuan.
2. Substitusi verbal yaitu penggantian satuan
lingual dengan satuan lingual lain yang berupa kata kerja.
Contoh: Soni berusaha menyembuhkan penyakitnya dengan berobat ke
dokter kemarin sore. Ternyata dia di vonis menderita penyakit kanker.
Selain berusaha ke dokter, dia juga tidak lupa berdoa dan
selaluberikhtiar pada allah.
3. Substitusi frasa yaitu penggantisn satuan
lingual tertentu dengan satuan lingual lain yang berupa frasa.
Contoh: Hari ini hari minggu. Mumpung hari
libur aku manfaatkan saja untuk menengok Nenek di desa.
4. Substitusi klausal yaitu penggantian satuan
lingual tertentu dengan satuan lingual lain yang berupa klausa.
Contoh:
Nida : jika perubahan yang dialami oleh
azam tidak bisa diterima dengan baik oleh orang-orang di sekitarnya, mungkin
hal itu dikarenakan oleh kenyataan bahwa orang –orang tesebut banyak yang tidak
sukses seperti azam.
Barik : tampaknya memang begitu!
C. Elipsis atau pelesapan
Elipsis adalah pelesapan satuan lingual
tertentu yang sudah disebutkan sebelumnya. Adapun fungsi dari elipsis yaitu:
1. Untuk efektifitas kalimat
2. Untuk mencapai nilai ekkonomis dalam pemakaian
bahasa
3. Untuk mencapai aspek kepaduan wacana
4. Untuk mengaktifkan pikiran pendengar atau
pembaca terhadap sesuatu yang di ungkapkan dalam satuan kata.
Contoh: Tuhan selalu memberikan kekuatan,
ketenangan, ketika saya menghadapi saat-saat yang menentuksn dalam penyusunan
skripsi ini. Terima kasih.
Kalimat kedua yang berbunyi terima kasih
merupakan elipsis. Unsur yang hilang adalah subjek dan predikat. Kalimat
tersebut selengkapnya berbunyi: Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan,
ketika saya menghadapi saat-saat yang menentukan dalam penyusunan skripsi ini.Saya
mengucapkan terima kasih.
Kakak: Kapan adik datang?
Adik : tadi siang.
Pernyataan adik tersebut merupakan pelesapan
subjek dan predikat. Kalimat tersebut selengkapnya berbunyi: Saya
datang tadi siang.
D. Konjungsi (perangkaian)
Konjungsi adalah kohesi gramatikal yang
dilakukan dengan menghubungkan unsure yang satu dengan unsure yang lain. Unsur
yang dirangkai berupa kata, frasa, klausa, dan paragraf.
Macam-macam konjungsi sebagai berikut:
1. Sebab-akibat
Hubungan sebab-akibat terjadi apabila salah satu proposisi
menunjukkan penyebab terjadinya suatu kondisi tertentu yang merupakan akibat
atau sebaliknya. Konjungsi yang digunakan antara lain: karena, sebab, makanya,
sehingga, oleh karena itu, dengan demikian dan sebagainya.
Contoh: Adik sakit sehingga tidak masuk
sekolah.
2. Pertentangan
Hubungan pertentangan terjadi apabila ada dua ide atau proposisi
yang menunjukkan kebalikan atau kekontrasan. Konjungsi yang digunakan yaitu
tetapi dan namun.
Contoh: Nyamuk berseliweran, pengemis, pelacur, pencoleng, dan
gelandangan berkeliaran. Namun, di kampung kumuh tersebut sedang
dibangun sekolah mewah.
3. Kelebihan atau eksesif
Hubungan eksesif digunakan untuk menyatakan kelebihan, ditandai
dengan konjungsi malah.
Contoh: Karena tadi malam kurang istirahat, dia tertidur di
dalam kelas.Malah tugasnya belum dikerjakan pula.
4. Perkecualian atau eksepsif
Hubungan eksepsif digunakan untuk menyatakan pengecualian,
ditandai dengan konjungsi kecuali.
Contoh: Anda tidak boleh mengkonsumsi obat tersebut kecuali dengan
persetujuan dokter.
5. Tujuan
Hubungan tujuan terjadi sebagai pewujudan untuk menyatakan
tujuan yang ingin dicapai. Konjungsi yang digunakan yaitu: agar dan sehingga.
Contoh: Agar naik kelas, kamu harus rajin
belajar.
6. Penambahan atau aditif
Penambahan berguna untuk menghubungkan bagian yang bersifat
menambahkan informasi dan pada umumnya digunakan untuk merangkaikan dua
proposisi atau lebih. Konjungsi yang digunakan yaitu: dan, juga, serta, selain
itu.
Contoh: Tingkah lakunya menawan. Tutur katanya sopan. Murah
senyum, jarang marah, dan tidak pernah berbohong. Juga tidak
mau mempercakapkan orang lain. Selain itu, ia suka menolong sesama
teman.Dan dia penyabar.
7. Pilihan atau alternatif
Pilihan digunakan menyatakan pilihan antara dua hal. Konjungsi
yang digunakan yaitu atau dan apa.
Contoh: Pelajaran apa yang lebih kamu suka IPA atau IPS?
8. Harapan atau optatif
Konjungsi harapan digunakan untuk menyatakan harapan yang ingin dicapai.
Konjungsi yang digunakan yaitu semoga, moga-moga.
Contoh: Semoga, dia lulus dengan nilai terbaik.
9. Urutan atau sekuential
Merupakan proposisi yang menunjukkan suatu hubungan kesejajaran
atau urutan waktu. Konjungsi yang digunakan yaitu setelah itu, lalu, kemudian,
terus, mula-mula.
Contoh: Intan bangun tidur pukul 05.00, kemudian ambil
air wudlu.Setelah itu dia menunaikan sholat subuh dengan
khusyuk. Lalu tak lupa ia mengaji
10. Syarat
Merupakan proposisi yang menunjukkan suatu hubungan syarat.
Konjungsi yang digunakan yaitu: apabila dan jika.
Contoh: Jika bulan ini aku bisa bekerja lebih
giat maka gajiku akan bertambah.
11. Cara
Merupakan proposisi yang menunjukkan suatu hubungan cara.
Konjungsi yang digunakan yaitu: dengan cara.
Contoh: Mungkin dengan cara seperti ini, aku
membantu beban keluarga.
Yang selanjutnya adalah kohesi leksikal. Kohesi leksikal yaitu
perpaduan bentuk dalam struktur kata. Kohesi leksikal meliputi:
A. Pengulangan atau repetisi
Repetisi merupakan salah satu cara untuk
mempertahankan hubungan konsesif antar kalimat. Hubungan ini dibentuk dengan
mengulang satuan lingual.
Contoh: Berfilsafat didorong
untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu. Berfilsafat berarti
berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan
yang seakan tidak terbatas ini.
B. Sinonimi
Sinonimi merupakan persamaan makna kata.
Contoh: Hari pahlawan diperingati
tiap 10 November. Mereka adalah pejuang bangsa yang rela
mengorbankan jiwa raga demi kesatuan Negara Republik Indonesia. Jasa mereka
selalu dikenang sepanjang masa.
C. Antonim
Antonim merupakan perlawanan kata.
Contoh:
Dalam rangka menyambut peringatan kemerdekaan
Republic Indonesia, warga setempat mengadakan kerja bakti. Bagi yang putri sebagian besar membawa sapu, sedangkan yang putra membawa
sabit. Tak ketinggalan pula nenek maupun kakek ikut
serta meramaikan peringatan tersebut.
D. Hiponim
Hiponim merupakan sebuah pernyataan yang
berpola umum-khusus
Contoh: Setiap hari Anita menyiram bunga di
taman. Bermacam-macam bunga diantaranya mawar, melati, dahlia,
dan anggrek.
E. Kolokasi
Kolokasi merupakan sebuah pernyataan yang
berpola khusus-umum.
Contoh: Bermula dari goresan bolpoin pada
selembar kertas namanya sekarang tenar. Dari lembaran-lembaran kertas tersebut
di gabung dalam satu buku. Buku tersebut menjadi perbincangan
banyak orang karena banyak dimuat dalam majalah, koran, televisi.
Berkat media massa, namanya menjadi terkenal.
F. Ekuivalensi
Ekuivalensi merupakan kesejajaran dalam sebuah
kalimat.
Contoh: Setiap hari aku belajar dengan
rajin. Bu Narti sebagai guruku selain mengajarkan mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan, beliau juga mengajarkan pendidikan moral.
Pada kondisi tertentu, unsure-unsur kohesi
menjadi contributor penting bagi terbentuknya wacana yang koheren ( Halliday
dan Hassan, 1976; Gunawan Budi Santosa, 1998:28). Namun demikian pelu disadari
bahwa unsur-unsur kohesi tersebut tidak selalu menjamin terbentuknya wacana
yang uth dan koheren. Alasannya, pemakaian alat-alat kohesif dalam suatu teks
tidak langsung menghasilkan wacana yang koheren ( Anton M. Moeliono, dkk, 1988:
322). Dengan kata lain, srtuktur wacana yang baik dan utuh harus memiliki
syarat-syatar kohesi sekaligus koherensi.
3) Koherensi
Koherensi adalah pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta
dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang
dikandungnya (Wohl, 1978 : 25). Koherensi merupakan keterkaitan antara
bagian yang satu dengan bagian yang lainnya sehingga kalimat tersebut mempunyai
kesatuan makna yang utuh.
Yang termasuk unsur-unsur koherensi meliputi:
1. Penambahan
Sarana penghubung yang berupa penambahan itu antara lain: dan,
juga, lagi pula, selanjutnya, seperti tertera pada contoh berikut:
Laki-laki dan perempuan,
tua dan muda, juga para
tamu turut bekerja bergotong-royong menumpas hama tikus di sawah-sawah di desa
kami. Selain daripada menyelamatkan tanaman, juga upaya
itu akan meningkatkan hasil panen. Selanjutnyaupaya
itu akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Lagi pula upaya
ini telah lama dianjurkan oleh pemerintah kita.
2. Repetisi
Penggunaan repetisi atau pengulangan kata sebagai sarana
koherensi wacana, terlihat pada contoh di bawah ini.
Dia mengatakan kepada saya bahwa kasih sayang itu berada dalam
jiwa dan raga sang ibu. Saya menerima kebenaran
ucapan itu. Betapa tidak. Kasih sayang pertama saya peroleh dari ibu saya. Ibu melahirkan
saya. Ibu mengasuh saya. Ibu menyusui
saya. Ibumemandikan saya. Ibu menyuapi
saya. Ibu meninabobokan saya. Ibu mencintai
dan mengasihi saya. Saya tidak bisa melupakan jasa dan kasih sayang ibu saya
seumur hidup. Semoga ibu panjang umur dan
dilindungi Tuhan.
3. Pronomina
Sarana penghubung yang berupa kata ganti orang, terlihat pada
contoh berikut ini:
Rumah Lani dan rumah Mina di seberang sana. Mereka bertetangga.
Lani membeli rumah itu dengan harga lima juta rupiah. Harganya agak
murah. Dia memang bernasib baik.
4. Sinonimi
Pada contoh berikut ini terlihat penggunaan sarana koherensi
wacana yang berupa sinonimi atau padanan kata (pengulangan makna).
Memang dia mencintai gadis itu. Wanita itu
berasal dari Solo. Pacarnya itu memang cantik,
halus budi bahasa, dan bersifat keibuan sejati. Tak salah dia memilihkekasih, buah
hati yang pantas kelak dijadikan istri, teman
hidup selama hayat dikandung badan.
5. Totalitas
Bagian
Kadang-kadang, pembicaraan kita mulai dari keseluruhan, baru
kemudian kita beralih atau memperkenalkan bagian-bagiannya. Penggunaan sarana
koherensif seperti yang dimaksudkan, terlihat pada contoh berikut ini.
Totalitas bagian bisa diartikan pernyataan yang berpola umum-khusus.
Saya membeli buku baru. Buku itu
terdiri dari tujuh bab. Setiap bab terdiri
pula dari sejumlah pasal. Setiap pasal tersusun
dari beberapa paragraf. Seterusnya setiapparagraf terdiri
dari beberapa kalimat. Selanjutnya kalimat terdiri
atas beberapa kata. Semua itu harus dipahami dari sudut pengajaran wacana.
6. Komparasi
Komparasi atau perbandingan pun dapat menambah serta
meningkatkan kekoherensifan wacana. Komparasi digunakan untuk membandingkan dua
hal yang berbeda, seperti dalam contoh berikut ini.
Sama halnya dengan Paman Lukas,
kita pun harus segera mendirikan rumah di atas tanah yang baru kita
beli itu. Sekarang rumah Paman Lukas itu hampir selesai. Mengapa kita tidak
membuat hal yang serupa selekas mungkin? Kita juga sanggup
berbuat hal yang sama, takkan lebih dari itu. Tetapi, tidak
seperti rumah Paman Lukas yang bertingkat, kita akan membangun
rumah yang besar dan luas. Kita tidak perlu mendirikan rumah bertingkat karena
tanah kita cukup luas.
7. Penekanan
Dengan sarana penekanan pun kita dapat pula menambah tingkat
kekoherensifan wacana. Penekanan digunakan untuk menekankan yang dianggap penting,
seperti terlihat pada contoh berikut ini.
Bekerja bergotong-royong itu bukan pekerjaan sia-sia. Nyatalah kini
hasilnya. Jembatan sepanjang tujuh kilometer yang menghubungkan kampung kita
ini dengan kampung di seberang ini telah selesai kita kerjakan. Jelaslah hubungan
antara kedua kampung, berjalan lebih lancar. Sudah tentu hal
ini memberi dampak positif bagi masyarakat kedua kampung.
8. Kontras
Juga dengan kontras atau pertentangan para penulis dapat
menambah kekoherensifan karyanya. Contoh penggunaan sarana seperti ini terlihat
pada berikut ini.
Aneh tapi nyata. Ada teman saya seangkatan, namanya Joni. Dia
rajin sekali belajar, tetapi setiap ujian selalu
tidak lulus. Namun demikian, dia tidak pernah putus asa. Dia tenang
saja. Tidak pernah mengeluh. Bahkan sebaliknya, dia
semakin rajin belajar.
9. Simpulan
Dengan kata-kata yang mengacu kepada hasil atau simpulan pun,
kita dapat juga meningkatkan kekoherensifan wacana. Penggunaan sarana seperti
itu dapat dilihat pada contoh berikut ini.
Pepohonan telah menghijau di setiap pekarangan rumah dan ruangan
kuliah di kampus kami. Burung-burung beterbangan dari dahan ke dahan sambil
bernyanyi-nyanyi. Udara segar dan sejuk nyaman. Jadi penghijauan
di kampus itu telah berhasil.Demikianlah kini
keadaan kampus kami, berbeda dengan beberapa tahun yang lalu.Oleh karena
itu, para sivitas akademika merasa bangga atas kampus itu.
10. Contoh
Dengan pemberian contoh yang tepat dan serasi, kita dapat pula
menciptakan kekoherensifan wacana, seperti terlihat pada contoh berikut ini.
Halaman rumah kami telah berubah menjadi warung hidup. Di
pekarangan itu ditanami kebutuhan dapur sehari-hari, umpamanya:
bayam, tomat, cabai, talas, singkong, dan lain-lain. Ada juga pekarangan rumah
yang berupa apotek hidup. Betapa tidak. Di pekarangan itu ditanami bahan
obat-obatan tradisional, misalnya: kumis
kucing, lengkuas, jahe, kunyit, sirih, dan lain-lain. Kelebihan kebutuhan
sehari-hari dari warung dan apotek hidup itu dapat pula dijual ke pasar, sebagai
contoh: bayam, cabai, jahe, dan sirih.
11. Paralelisme
Pada contoh berikut ini terlihat penggunaan kesejajaran atau
paralelisme klausa sebagai sarana kekoherensifan wacana. Kesejajaran tersebut
dinyatakan dalam satu kalimat. Kesejajaran tersebut bisa berupa subjek
predikat, subjek predikat objek, atau yang lain.
Waktu dia datang, memang saya sedang asik membaca, saya sedang
tekun mempelajari buku baru mengenai wacana. Karena asiknya, saya tidak
mengetahui, saya tidak mendengar bahwa dia telah
duduk di kursi mengamati saya.
12. Waktu
Kata-kata yang mengacu pada tempat dan waktu pun dapat
meningkatkan kekoherensifan wacana, seperti terlihat pada contoh berikut ini.
Sementara itu tamu-tamu sudah mulai berdatangan.
Ruangan terasa kian sempit. Tidak lama kemudian, anak saya mengangkat barang
itu dan menaruhnya di atas lemari.
BAB III
PENUTUP
I. Simpulan
Koherensi dan kohesi
merupakan unsure wacana yang penting. Kedua unsur itu digunakan untuk membangun
teks yang baik. Wacana yang baik ditandai dengan adanya hubungan semantic antar
unsure bagian dalam wacana. Hubungan tersebut disebut hubungan koherensi.
Hubungan koherensi dapat diciptakan dengan menggunakan hubungan kohesi.
Hubungan kohesi dapat dilihat dengan penggunaan piranti kohesi. Piranti kohesi
ada bermacam-macam. Piranti kohesi gramatikal dan kohesi leksikal.
II. Saran
Setelah menguraikan
permasalahan tersebut semoga makalah yang berjudul “Pengertian Wacana,
Kohesi, dan Koherensi” dapat berguna bagi semua pihak. Tidak hanya
berguna bagi kami selaku pembuat makalah tetapi juga berguna bagi pembaca.
Pembaca dapat mempergunakannya untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyana, 2005. Kajian Wacana.
Yogyakarta: Tiara Wacana
Rani, Abdul. 2006. Analisis Wacana:
Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar